BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada zaman yang era modern seperti saat ini dakwah sangatlah penting bagi
masyarakat Indonesia yang semakin hari moralitas dan kebiasaanya sudah hampir
mengikuti tren barat. Di lain pihak kecendrungan manusia Indonesia pada saat
ini juga sudah melupakan tradisi daerah asli mereka sebagai identitas daerah.
Disini terlihat dengan jelas adanya hubungan timbal balik antara da’I dan
para masyarakat sudah sedikit luntur dikarenakan para da’I yang mereka anggap
benar adalah da’I yang sering muncul di televisi. Itulah sedikit faktor
bagaimana keadaan masyarakat Indonesia pada saat ini, kurangnya menerima dakwah
secara tatap muka dengan da’I mereka lebih mengidolakan da’I yang muncul di
televisi daripada yang di sekitar rumahnya.
Apalagi pemuda zaman sekarang mereka lebih mementingkan urusan duniawi
semata dibandingkan kehidupan abadi di akhirat, justru para pemuda lah yang
seharusnya ikut serta dalam mengatasi perilaku masyarakat Indonesia dalam
mencapai nilai kerohanian di masyarakat dimasa kini dan dimasa yang akan
datang.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
metode dakwah kepada masyarakat?
2.
Tujuan
dakwah persuasive?
1.3 Tujuan
1.
Mengetahui
metode dakwah kepada masyarakat
2.
Untuk
melihat bagaimana pengaruh dakwah kepada masyarakat modern
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Psikologi
Dakwah
Psikologi
dakwah dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang bertugas mempelajari
atau membahas tentang gejala hidup kejiwaan, baik da’I ataupun mad’u yang
terlibat dalam proses kegiatan dakwah. Didalam proses berdakwah seorang da’I
harus memiliki kepercayaan diri yang lebih untuk menyampaikan materi kepada
masyarakat.
Selain itu didalam ilmu dakwah seorang da’I memiliki peran penting dalam
upaya melakukan perubahan, naik itu perubahan sosial didalam masyarakat maupun
kelompok, harus menenangkan jiwa masyarakat menggunakan bahasa yang menyejukkan
jiwa dipadukan dalil-dalil yang bersangkutan, bukan seperti da’I pada zaman
dahulu yang masyarakatnya belum mengenal agama, padea waktu itu seorang da’I
menyampaikan segala perkara neraka dan surge semata.
Lain halnya dengan masyarakat kontemporer sekarang ini mereka sudah
mengenal agama lebih luas daripada masyarakat dahulu, karena sudah memiliki
akses informasi yang mempuni. Itulah sebabnya masyarakat sekarang membutuhkan
da’I yang lebih mengedepankan nilai etika daripada persoalan pahala dan dosa.
Mengingat psikologi dakwah merupakan sintesis dari dua disiplin ilmu yaitu “psikologi” dan
“ilmu dakwah”[1].
a)
Batasan Dakwah
Berpijak dari kajian psikologi dakwah atau pendekatan psikologi dalam
dakwah maka batasan psikologi dari beberapa pendapat bahwa psikologi merupakan
kajian tingkah laku manusia[2].
Seperti ayat yang diterangkan dalam firman-Nya. Yang artinya:
“Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga)
dan memimpin orang yang dikhendaki-Nya kepada jalan yang lurus (islam)”. (QS. Yunus: 25)[3].
Maksud dari potongan ayat diatas adalah kewajiban da’I hanyalah sebatas
menyampaikan informasi yang jelas kepada manusia akan tetapi masalah diterima
atau berimannya seseorang diserahkan kepada Allah s.w.t.
b.
Faktor penyebab keberhasilan dakwah persuasif
Dari sekian banyak da’I yang berada di muka bumi ini pasti memeiliki
caratersendiri dalam mengolah materi untuk berdakwah, akan tetapi dengan metode
dakwah persuasive memiliki pendekatan tersendiri menurut, Drs, Sunaryo (1983,
36-39), antara lain:
1.
Cognitive Dissonance
Jika seseorang melakukan kesalahan, sang da;I akan membenarkan dalam arti
meluruskan. Ini adalah metode “bil hikmah” yang dikehendaki dalam (QS. An Nahl:
125)
2.
Pay off and Fear Hearing
Pay of idea adalah usaha terhadap seseorang dengan memberi reward (hadiah, ganjaran bahkan harapan) yang baik. Sedangkan fear rousing yaitu menyajikan sesuatu message yang dapat menimbulkan rasa
khawatir atau takut ( Oemi Abdurrahman, 1986, 70-71)
3.
Emphaty
Seseorang yang memproyeksikan perasaannya dan emosinya kedalam objek
pengalamannya, dengan kata lain empati merupakan kemampuan seseorang untuk
mendapatkan diri pada situasi orang lain. Sehingga seorang da’I harus mengenal
situasi dan kondisi yang berada pada mad’u.
4.
Packing
Dalam istilah komunikasi diartikan sebagai suatu komunikasi yang dalam
penyajiannya dibuat sedemikian rupa sehingga sangat menarik dan sangat menawan
hati (Drs. Sunarjo, 1983, 38)
5.
Read Hearing
Merupakan teknik mengelakkan argumentasi dari bagian-bagian yang lemah
kemudian dialihkan kemudian dialihkan sedikit demi sedikit kepada bagian-bagian
yang dapat dikuasai oleh da’I.
6.
Teknik Asosisi
Artinya penyampaian sesuatu gagasan dengan cara menempelkan atau
menggabungkan dengan objek yang sedang actual dan menarik[4]
2.2
Hubungan Dengan Masyarakat
Aktivitas dakwah hakikatnya tidak jauh berbeda dengan
proses komunikasi[5]
hanya saja didalam metode berdakwah selalu memberi makna tersirat yang bersifat
agama, mudah diterima dengan akal sehat kepada perseorangan serta dapat
diamalkan sesuai gambaran yang diterima oleh seseorang tersebut.
Banyak dikalangan
masyarakat dewasa menganggap dakwah hanya motivasi belaka, melainkan bukan
pemberi gambaran kabar gembira pada kehidupan akhirat. Dari beberapa orang yang
mengaggap dakwah adalah motivasi tersebut kebanyakan masyarakat muslim yang
awam pengetahuan agamanya, mereka beranggapan agama selalu menghalangi
kehidupan sosialnya saja, padahal didalam materi pendakwah pada saat ini bukan
hanya mengedepankan masalah neraka dan surga, pendakwah dizaman sekarang selalu
memadukan dalil dengan konteks yang terjadi di kehidupan ini, dan hasilnya
sangat tepat sesuai konteks.
Dakwah juga ditujukan untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik.[6]
Setiap manusia pasti
memiliki naluri untuk berbuat baik kepada siapa pun, melakukan segala hal demi
menciptakan kerukunan bersama dikalangan masyarakat. Lebih-lebih kepada
anak-anak yang pandangan agamanya masih banyak kekurangan bahkan tidak mengenal
agama sedikitpun, pada kasus ini sering terjadi dikalangan keluarga kaya
sejahtera yang setiap harinya sang anak hanya bergaul dengan lingkungan rumah
nya saja seperti pembantu dan tukang kebun.
Terlepas dari dualism
pendapat mengenai keberadaan kejiwaan anak yang baru dilahirkan, apakah sebagai
makhluk religious atau bukan[7].
Para orang tua seharusnya mengatasi masalah ini dengan serius. Menurut
Jalaluddin (2004:65-66) mengemukakan beberapa teori mengenai pertumbuhan agama
pada anak, antara lain[8]:
1.
Rasa Ketergantungan (Sense Of Dependent)
2.
Instink Keagamaan
Dari kesimpulan
mengenai teori diatas bahwa setiap anak memiliki rasa ingin tahu yang lebih
tinggi dibandingan manusia dewasa, anak juga memiliki latar belakang yang akan
menjadi permanent sesuai lingkungannya di dalam kehidupan masyarakat.
2.3 Makna
Dakwah Persuasif
Dakwah dalam menghadapi situasi dan kondisi masyarakat
yang kompleks ini maka dakwah perlu menerapkan strategi yang multi-kompleks.
Salah satunya adalah pendekatan persuasif[9].
Dalam dakwah pesrsuasif seorang da’I harus mengetahui latar belakang mad’u,
seperti ekonomi, budaya, ras, serta lingkungannya, itu semua dilakukan untuk
memenuhi kriteria kondisi suatu wilayah itu seperti apa dan bagaimana. Akan
tetapi didalam berdakwah tidak ada unsur paksaan didalamnya, hanya saja seorang
da’I berkewajiban sebagai pembawa informasi.
Dakwah persuasif akan
efektif apabila message yang
disampaikan sesuai dengan kebutuhan mad’u. menurut Otto Lerbinger dan Albert J.
Sullivan dalam karyanya yang berjudul Information,
Influence, and Communication, kebutuhan manusia secara umum, meliputi:
a) Affilative needs, yaitu the need to belong atau kebutuhan untuk diterima sebagai anggota
suatu kelompok atau anggota masyarakat.
b) Status needs, yaitu kebutuhan akan kekuasaan atau kekuatan popularitas,
prestige(gengsi), dan sebagainya (Oemi Abdurrahman: 1986,62)[10].
Berdasarkan temuan
persuasif agama, latar belakang psikologis, baik diperoleh dari faktor intern
maupun pengaruh lingkungan memberi ciri pada tingkah laku[11]
baik dari segi sosial dan pengetahuan dasar agamanya akan memberi pengaruh
penting bagi seorang individu maupun kelompok dalam menerima ajaakan, contoh
kecilnya saja, jikalau disuatu masyarakat yang awam tentang agama dan memiliki
kondisi ekonomi dibawah garis kemiskinan akan mudah sekali tergoda dengan jihad
bom bunuh diri dengan iming-imingi masuk surga tanpa adanya pertanggung jawaban
perbuatannya.
Pemikiran dan pengetahuannya tentang
islam masih sangat dangkal, hanya menegedepankan nilai yang berambisi masuk
surga, kenikmatan duniawi yang sebentar, hanya itu yang mereka percaya
selebihnya penulis kurang tahu tentang masalah jihad masuk surga. Kendatipun
remaja telah mulai cenderung kepada menggunakan pikiran, meneliti dan mencari
arti yang logis[12]
seperti agama, bukan hanya remaja saja yang menjadi target para penganut islam
radikal, melainkan kebanyakan laki-laki yang memiliki pemahaman berbeda tentang
kajian ilmu agama sehingga menjadi salah kafrah dibidang nya.
2.4 Hambatan
Dakwah Persuasif
Didalam suatu tindakan
yang bersifat positif maupun negatife sekalipun pasti memiliki kekurangan dan
kelebihan, seperti juga hambatan didapat dipungkiri bahwa dakwah persuasif juga
memiliki hambatan sebagaimana awal mula datangnya agama islam ini, memiliki hambatan
dan cobaan dalam melakukan dakwah ke berbagai tempat yang memiliki keadaan
latar bel;akang yang berbeda-beda. Dalam hal ini ada beberapa hal yang
menghambat dakwah persuasive, antara lain: Noice
factor, Semantic factor, kepentingan, motivasi, Prejudice (Drs. R. Rockomy, 1969, 9)[13].
a)
Noice Factor
Hambatan yang berupa
suara baik disengaja maupun tidak disengaja seperti handphone berbunyi
b)
Semantic Factor
Pemakaian kosakata yang
tidak dimengerti oleh mad’u
c)
Kepentingan(Interest)
Dakwah harus
menyodorkan message yang mampu
membangkitkan Interest dari mad’u,
bagaimana seorang da’I mampu mengepek materi dakwah sehingga mad’u tertarik untuk
menyimaknya.
d)
Motivasi
Motivasi ini dilihat
dari sudut pandang mad’u bukan pada da’I, jika motivasi mad’u mendatangi aktivitas
dakwah bersifat negatif, apabila isi komunikasi bertentangan dengan komunikasi
yang seharusnya ada, misalnya salah singgung akan mengakibatkan kekecewaan-jelas
sekali bahwa mengenali medan adalah persyaratan utama tercapainya tujuan dakwah
persuasif
e)
Prejudice
Prasangka adalah hambatan paling
berat terhadap kegiatan dakwah persuasif, prasangka sosial merupakan sikap
perasaan orang-orang terhadap golongan manusia tertentu, golongan ras atau
kebudayaan, yang berlainan dengan golongan orang yang berprasangka itu[14].
Adanya perbedaan
pandangan dan jalan hidup, mengharuskan adanya saling pengertian dan kesediaan
untuk menghargai pandangan dan jalan
hidup yang lainnya[15]
apalagi sesame masyarakat muslim kita seharusnya saling menasehati satu sama
lain, tidak menghujat dan membedakan satu golingan dengan yang lain. Inilah
penyebab agama islam [pada era modern ini jatuh, jatuh bukan berarti hancur,
jatuh akan bisa bengkit kembali lagi sesuai yang diinginkan jikalau masyarakat
muslim bersatu walaupun berbeda sudut pandang dalam melakukan amal ibadah. Amin.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdakwah
bukan hal yang sangat menyeramkan seperti apa yang kita lihat sekarang ini,
melainkan dakwah adalah bagaimana seorang da’I berani menunjukan kebenaran,
menyampaikan informasi secara runtun sesuai dalil yang dipadukan dengan konteks
kejadian dimasa itu atau lingkungan tersebut.
Memiliki
percaya diri yang kuat ketika menghadapi masyarakat yang toleran terhadap
masyarakat luar, tergantung dari kejadian yang sedang terjadi tidak keluar dari
konteks, berdakwah secara persuasif harus mengedepankan nilai yang mengedepankan
ajakan moralitas yang lurus sesuai fakta yang mudah dicerna masyarakat awam.
Oleh sebab
itu kami mengucapkan beribu maaf serta ucapan terimakasih karena didalam
penulisan makalah ini kami mendapatkan kesulitan dalam mencari reverensi
bukunya.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Prof. Dr. H. Jalaluddin, Psikologi Dakwah “Memahami
Perilaku dengan Mengaplikasikan Prinsip-prinsip Psikologi”, Jakarta:
Rajawali, 2012.
2.
Drs. Totok Jumantoro,Psikologi Dakwah “Dengan
Aspek-aspek Kejiwaan yang Qur’ani”, Amzah, 2001.
3.
Drs. Bambang Syamsul Arifin. Msi.,Psikologi Agama, Bandung:
Pustaka Setia, 2008.
4.
DR.Zakiah Daradjat,Ilmu Djiwa Agama, Djakarta:
Bulan Bintang, 1970.
[1]Totok Jumantoro, Psikologi Dakwah, (Wonosobo: Amzah,
2001), hal 13
[7]Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, (Bandung: CV. Pustaka
Setia, 2008), hal 48
[9]Totok Jumantoro, Psikologi Dakwah, (Wonosobo: Amzah,
2001), hal 148
[11]H. Jalaluddin, Psikologi Agama,Cet-16(Jakarta:
Rajawali Perss, 2012), hal 125
[12]Zakiah Daradjat, Ilmu Djiwa Agama, (Djakarta: Bulan
Bintang, 1970), hal 99
[13]Totok Jumantoro, Psikologi Dakwah, (Wonosobo: Amzah,
2001), hal 159
[15]H. Musa Asy’arie, Manusia Pembentuk Kebudayaan Dalam
Al-Qur’an, (Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam, Cetakan Pertama,
1992), hal 141
izin copas min
BalasHapusc524v6eukkn781 G-Spot Vibrators,custom sex doll,cheap sex toys,male sexy toys,love dolls,sex toys,dildo,silicone sex doll,dildo g545t8gamzl180
BalasHapusk889o9csxca483 realistic dildo,Butterfly Vibrator,male sexy toys,vibrating dildos,black dildos,G-Spot Vibrators,Bullets And Eggs,realistic dildo,horse dildo g726f9intrv603
BalasHapus