Sabtu, 01 Oktober 2016

Psikologi Dakwah



BAB I
     PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pada zaman yang era modern seperti saat ini dakwah sangatlah penting bagi masyarakat Indonesia yang semakin hari moralitas dan kebiasaanya sudah hampir mengikuti tren barat. Di lain pihak kecendrungan manusia Indonesia pada saat ini juga sudah melupakan tradisi daerah asli mereka sebagai identitas daerah.
Disini terlihat dengan jelas adanya hubungan timbal balik antara da’I dan para masyarakat sudah sedikit luntur dikarenakan para da’I yang mereka anggap benar adalah da’I yang sering muncul di televisi. Itulah sedikit faktor bagaimana keadaan masyarakat Indonesia pada saat ini, kurangnya menerima dakwah secara tatap muka dengan da’I mereka lebih mengidolakan da’I yang muncul di televisi daripada yang di sekitar rumahnya.
Apalagi pemuda zaman sekarang mereka lebih mementingkan urusan duniawi semata dibandingkan kehidupan abadi di akhirat, justru para pemuda lah yang seharusnya ikut serta dalam mengatasi perilaku masyarakat Indonesia dalam mencapai nilai kerohanian di masyarakat dimasa kini dan dimasa yang akan datang.
1.2 Rumusan Masalah
1.      Bagaimana metode dakwah kepada masyarakat?
2.      Tujuan dakwah persuasive?
1.3  Tujuan
1.      Mengetahui metode dakwah kepada masyarakat
2.      Untuk melihat bagaimana pengaruh dakwah kepada masyarakat modern





BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Psikologi Dakwah
Psikologi dakwah dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang bertugas mempelajari atau membahas tentang gejala hidup kejiwaan, baik da’I ataupun mad’u yang terlibat dalam proses kegiatan dakwah. Didalam proses berdakwah seorang da’I harus memiliki kepercayaan diri yang lebih untuk menyampaikan materi kepada masyarakat.
Selain itu didalam ilmu dakwah seorang da’I memiliki peran penting dalam upaya melakukan perubahan, naik itu perubahan sosial didalam masyarakat maupun kelompok, harus menenangkan jiwa masyarakat menggunakan bahasa yang menyejukkan jiwa dipadukan dalil-dalil yang bersangkutan, bukan seperti da’I pada zaman dahulu yang masyarakatnya belum mengenal agama, padea waktu itu seorang da’I menyampaikan segala perkara neraka dan surge semata.
Lain halnya dengan masyarakat kontemporer sekarang ini mereka sudah mengenal agama lebih luas daripada masyarakat dahulu, karena sudah memiliki akses informasi yang mempuni. Itulah sebabnya masyarakat sekarang membutuhkan da’I yang lebih mengedepankan nilai etika daripada persoalan pahala dan dosa.
Mengingat psikologi dakwah merupakan sintesis  dari dua disiplin ilmu yaitu “psikologi” dan “ilmu dakwah”[1].

a)      Batasan Dakwah
Berpijak dari kajian psikologi dakwah atau pendekatan psikologi dalam dakwah maka batasan psikologi dari beberapa pendapat bahwa psikologi merupakan kajian tingkah laku manusia[2]. Seperti ayat yang diterangkan dalam firman-Nya. Yang artinya:
“Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga) dan memimpin orang yang dikhendaki-Nya kepada jalan yang lurus (islam)”. (QS. Yunus: 25)[3].
Maksud dari potongan ayat diatas adalah kewajiban da’I hanyalah sebatas menyampaikan informasi yang jelas kepada manusia akan tetapi masalah diterima atau berimannya seseorang diserahkan kepada Allah s.w.t.
b.      Faktor penyebab keberhasilan dakwah persuasif
Dari sekian banyak da’I yang berada di muka bumi ini pasti memeiliki caratersendiri dalam mengolah materi untuk berdakwah, akan tetapi dengan metode dakwah persuasive memiliki pendekatan tersendiri menurut, Drs, Sunaryo (1983, 36-39), antara lain:
1.      Cognitive Dissonance
Jika seseorang melakukan kesalahan, sang da;I akan membenarkan dalam arti meluruskan. Ini adalah metode “bil hikmah” yang dikehendaki dalam (QS. An Nahl: 125)
2.      Pay off and Fear Hearing
Pay of idea adalah usaha terhadap seseorang dengan memberi reward (hadiah, ganjaran bahkan harapan) yang baik. Sedangkan fear rousing yaitu menyajikan sesuatu message yang dapat menimbulkan rasa khawatir atau takut ( Oemi Abdurrahman, 1986, 70-71)
3.      Emphaty
Seseorang yang memproyeksikan perasaannya dan emosinya kedalam objek pengalamannya, dengan kata lain empati merupakan kemampuan seseorang untuk mendapatkan diri pada situasi orang lain. Sehingga seorang da’I harus mengenal situasi dan kondisi yang berada pada mad’u.
4.      Packing
Dalam istilah komunikasi diartikan sebagai suatu komunikasi yang dalam penyajiannya dibuat sedemikian rupa sehingga sangat menarik dan sangat menawan hati (Drs. Sunarjo, 1983, 38)

5.      Read Hearing
Merupakan teknik mengelakkan argumentasi dari bagian-bagian yang lemah kemudian dialihkan kemudian dialihkan sedikit demi sedikit kepada bagian-bagian yang dapat dikuasai oleh da’I.
6.      Teknik Asosisi
Artinya penyampaian sesuatu gagasan dengan cara menempelkan atau menggabungkan dengan objek yang sedang actual dan menarik[4]
2.2  Hubungan Dengan Masyarakat
            Aktivitas dakwah hakikatnya tidak jauh berbeda dengan proses komunikasi[5] hanya saja didalam metode berdakwah selalu memberi makna tersirat yang bersifat agama, mudah diterima dengan akal sehat kepada perseorangan serta dapat diamalkan sesuai gambaran yang diterima oleh seseorang tersebut.
            Banyak dikalangan masyarakat dewasa menganggap dakwah hanya motivasi belaka, melainkan bukan pemberi gambaran kabar gembira pada kehidupan akhirat. Dari beberapa orang yang mengaggap dakwah adalah motivasi tersebut kebanyakan masyarakat muslim yang awam pengetahuan agamanya, mereka beranggapan agama selalu menghalangi kehidupan sosialnya saja, padahal didalam materi pendakwah pada saat ini bukan hanya mengedepankan masalah neraka dan surga, pendakwah dizaman sekarang selalu memadukan dalil dengan konteks yang terjadi di kehidupan ini, dan hasilnya sangat tepat sesuai konteks.
Dakwah juga ditujukan untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik.[6]
            Setiap manusia pasti memiliki naluri untuk berbuat baik kepada siapa pun, melakukan segala hal demi menciptakan kerukunan bersama dikalangan masyarakat. Lebih-lebih kepada anak-anak yang pandangan agamanya masih banyak kekurangan bahkan tidak mengenal agama sedikitpun, pada kasus ini sering terjadi dikalangan keluarga kaya sejahtera yang setiap harinya sang anak hanya bergaul dengan lingkungan rumah nya saja seperti pembantu dan tukang kebun.
            Terlepas dari dualism pendapat mengenai keberadaan kejiwaan anak yang baru dilahirkan, apakah sebagai makhluk religious atau bukan[7]. Para orang tua seharusnya mengatasi masalah ini dengan serius. Menurut Jalaluddin (2004:65-66) mengemukakan beberapa teori mengenai pertumbuhan agama pada anak, antara lain[8]:
1.      Rasa Ketergantungan (Sense Of Dependent)
2.      Instink Keagamaan


            Dari kesimpulan mengenai teori diatas bahwa setiap anak memiliki rasa ingin tahu yang lebih tinggi dibandingan manusia dewasa, anak juga memiliki latar belakang yang akan menjadi permanent sesuai lingkungannya di dalam kehidupan masyarakat.

2.3  Makna Dakwah Persuasif
            Dakwah dalam menghadapi situasi dan kondisi masyarakat yang kompleks ini maka dakwah perlu menerapkan strategi yang multi-kompleks. Salah satunya adalah pendekatan persuasif[9]. Dalam dakwah pesrsuasif seorang da’I harus mengetahui latar belakang mad’u, seperti ekonomi, budaya, ras, serta lingkungannya, itu semua dilakukan untuk memenuhi kriteria kondisi suatu wilayah itu seperti apa dan bagaimana. Akan tetapi didalam berdakwah tidak ada unsur paksaan didalamnya, hanya saja seorang da’I berkewajiban sebagai pembawa informasi.
            Dakwah persuasif akan efektif apabila message yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan mad’u. menurut Otto Lerbinger dan Albert J. Sullivan dalam karyanya yang berjudul Information, Influence, and Communication, kebutuhan manusia secara umum, meliputi:
a)      Affilative needs, yaitu the need to belong atau kebutuhan untuk diterima sebagai anggota suatu kelompok atau anggota masyarakat.
b)      Status needs, yaitu kebutuhan akan  kekuasaan atau kekuatan popularitas, prestige(gengsi), dan sebagainya (Oemi Abdurrahman: 1986,62)[10].
            Berdasarkan temuan persuasif agama, latar belakang psikologis, baik diperoleh dari faktor intern maupun pengaruh lingkungan memberi ciri pada tingkah laku[11] baik dari segi sosial dan pengetahuan dasar agamanya akan memberi pengaruh penting bagi seorang individu maupun kelompok dalam menerima ajaakan, contoh kecilnya saja, jikalau disuatu masyarakat yang awam tentang agama dan memiliki kondisi ekonomi dibawah garis kemiskinan akan mudah sekali tergoda dengan jihad bom bunuh diri dengan iming-imingi masuk surga tanpa adanya pertanggung jawaban perbuatannya.
            Pemikiran dan pengetahuannya tentang islam masih sangat dangkal, hanya menegedepankan nilai yang berambisi masuk surga, kenikmatan duniawi yang sebentar, hanya itu yang mereka percaya selebihnya penulis kurang tahu tentang masalah jihad masuk surga. Kendatipun remaja telah mulai cenderung kepada menggunakan pikiran, meneliti dan mencari arti yang logis[12] seperti agama, bukan hanya remaja saja yang menjadi target para penganut islam radikal, melainkan kebanyakan laki-laki yang memiliki pemahaman berbeda tentang kajian ilmu agama sehingga menjadi salah kafrah dibidang nya.

2.4  Hambatan Dakwah Persuasif
            Didalam suatu tindakan yang bersifat positif maupun negatife sekalipun pasti memiliki kekurangan dan kelebihan, seperti juga hambatan didapat dipungkiri bahwa dakwah persuasif juga memiliki hambatan sebagaimana awal mula datangnya agama islam ini, memiliki hambatan dan cobaan dalam melakukan dakwah ke berbagai tempat yang memiliki keadaan latar bel;akang yang berbeda-beda. Dalam hal ini ada beberapa hal yang menghambat dakwah persuasive, antara lain: Noice factor, Semantic factor, kepentingan, motivasi, Prejudice (Drs. R. Rockomy, 1969, 9)[13].
a)      Noice Factor
            Hambatan yang berupa suara baik disengaja maupun tidak disengaja seperti handphone berbunyi
b)      Semantic Factor
            Pemakaian kosakata yang tidak dimengerti oleh mad’u
c)      Kepentingan(Interest)
            Dakwah harus menyodorkan message yang mampu membangkitkan Interest dari mad’u, bagaimana seorang da’I mampu mengepek materi dakwah sehingga mad’u tertarik untuk menyimaknya.
d)     Motivasi
            Motivasi ini dilihat dari sudut pandang mad’u bukan pada da’I, jika motivasi mad’u mendatangi aktivitas dakwah bersifat negatif, apabila isi komunikasi bertentangan dengan komunikasi yang seharusnya ada, misalnya salah singgung akan mengakibatkan kekecewaan-jelas sekali bahwa mengenali medan adalah persyaratan utama tercapainya tujuan dakwah persuasif

e)      Prejudice
            Prasangka adalah hambatan paling berat terhadap kegiatan dakwah persuasif, prasangka sosial merupakan sikap perasaan orang-orang terhadap golongan manusia tertentu, golongan ras atau kebudayaan, yang berlainan dengan golongan orang  yang berprasangka itu[14].
            Adanya perbedaan pandangan dan jalan hidup, mengharuskan adanya saling pengertian dan kesediaan untuk menghargai pandangan  dan jalan hidup yang lainnya[15] apalagi sesame masyarakat muslim kita seharusnya saling menasehati satu sama lain, tidak menghujat dan membedakan satu golingan dengan yang lain. Inilah penyebab agama islam [pada era modern ini jatuh, jatuh bukan berarti hancur, jatuh akan bisa bengkit kembali lagi sesuai yang diinginkan jikalau masyarakat muslim bersatu walaupun berbeda sudut pandang dalam melakukan amal ibadah. Amin.
           
           



BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdakwah bukan hal yang sangat menyeramkan seperti apa yang kita lihat sekarang ini, melainkan dakwah adalah bagaimana seorang da’I berani menunjukan kebenaran, menyampaikan informasi secara runtun sesuai dalil yang dipadukan dengan konteks kejadian dimasa itu atau lingkungan tersebut.
Memiliki percaya diri yang kuat ketika menghadapi masyarakat yang toleran terhadap masyarakat luar, tergantung dari kejadian yang sedang terjadi tidak keluar dari konteks, berdakwah secara persuasif harus mengedepankan nilai yang mengedepankan ajakan moralitas yang lurus sesuai fakta yang mudah dicerna masyarakat awam.
Oleh sebab itu kami mengucapkan beribu maaf serta ucapan terimakasih karena didalam penulisan makalah ini kami mendapatkan kesulitan dalam mencari reverensi bukunya.
                    




           





DAFTAR PUSTAKA
1.      Prof. Dr. H. Jalaluddin, Psikologi Dakwah “Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan Prinsip-prinsip Psikologi”, Jakarta: Rajawali, 2012.
2.      Drs. Totok Jumantoro,Psikologi Dakwah “Dengan Aspek-aspek Kejiwaan yang Qur’ani”, Amzah, 2001.
3.      Drs. Bambang Syamsul Arifin. Msi.,Psikologi Agama, Bandung: Pustaka Setia, 2008.
4.      DR.Zakiah Daradjat,Ilmu Djiwa Agama, Djakarta: Bulan Bintang, 1970.


[1]Totok Jumantoro, Psikologi Dakwah, (Wonosobo: Amzah, 2001), hal 13
[2]Ibid., hal16
[3]Ibid.,hal 16
[4]Ibid., hal 158
[5]Ibid., hal 28
[6]Ibid., hal 35
[7]Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2008), hal 48
[8]Ibid., hal 49
[9]Totok Jumantoro, Psikologi Dakwah, (Wonosobo: Amzah, 2001), hal 148
[10]Ibid., hal 152
[11]H. Jalaluddin, Psikologi Agama,Cet-16(Jakarta: Rajawali Perss, 2012), hal 125
[12]Zakiah Daradjat, Ilmu Djiwa Agama, (Djakarta: Bulan Bintang, 1970), hal 99
[13]Totok Jumantoro, Psikologi Dakwah, (Wonosobo: Amzah, 2001), hal 159

[14]Ibid., hal 159-162
[15]H. Musa Asy’arie, Manusia Pembentuk Kebudayaan Dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam, Cetakan Pertama, 1992), hal 141